Tuhan, Ternyata Bukan Dia
Membuka hati bukan perihal mudah. Memulai untuk berkomunikasi, saling membalas chat secara intens juga bukan perkara mudah. Menyatukan dua hati, sedang satu hati yang masih terluka, belum sembuh total, itu sulit sekali.
Bertemu dengan seseorang dengan segala dunia yang dibawanya. Awalnya keraguan merasuki seluruh diri. Tapi anehnya terselip ada harap. Harapan untuk memulai yang baru serta mencoba hal yang telah lama tertutup. Mulai hari itu, aku perlahan mengatakan "Sampai kapanpun kau tidak akan terhenti, jika tidak memulai lagi"
Keputusan itu terlihat tepat awalnya, indah bukan main. Hari-hari hanya dipenuhi dengan tawa riang, saling bercerita walau tak berkualitas, tatap muka lewat layar kaca, bergandengan tangan seperti pasangan yang sedang berbahagia, rasanya lucu sekali. Tapi semua itu tak berlangsung lama. Tiga bulan masih manis sekali, kemudian rasa manis itu perlahan berubah menjadi pahit. Sangat pahit.
Aku mengaduh dalam hati, "Tuhan, ternyata bukan Dia. Maaf terlalu sembrono menyimpulkan apa yang belum Engkau tetapkan. Maaf, hambamu ini terlalu penuh berharap pada hambaMu yang lain. Maaf, harusnya aku tidak memulai ini semua. Maaf Tuhan."
Aku lagi-lagi menyiksa hati. Menyakiti dengan kedua kalinya menggoreskan rasa sakit yang tidak kalah besarnya. Terlalu cepat Aku memutuskan bahwa dia adalah orang yang tepat, orang yang kucari, orang yang bisa membahagiakan, dan kenyataan malah sebaliknya.
Komentar
Posting Komentar