Namanya Komitmen

Entah bagaimana, gue sulit sekali berteman dengan dia. Dia tidak nampak. Tapi memiliki pembatas. Bahkan bisa jadi memiliki pengekangan bagi yang percaya dan memilikinya. Dia tidak nampak. Tapi harus ada sebuah kabar yang terus mengiringi keberadaannya. Dia memang tidak nampak. Tapi kepercayaan harus dijunjung tinggi untuk bisa bersamanya. Dia bernama komitmen.

Tapi mungkin itu tahun lalu. Gue mulai membaur dengan yang namanya komitmen itu. Mencoba mengetuk pemikiran batu berlumut yang entah kenapa batu itu betah sekali bermain-main dengan air ketika itu. Seperti tidak tau arah.

Kemudian diri ini bisa meyakini bahwa sebuah ketidaknampakan itu memang benar adanya. Untuk kali ini,  gue juga menyetujui perihal-perihal setelah ketidaknampakan itu. Mungkin faktor usia sudah mulai berpengaruh.

Selama perjalanan membaur. Mungkin sebuah komitmen mulai merasa kesulitan. Belum ada yang menggapainya hingga detik ini. Belum ada yang mampu mengajaknya pergi dan menghampiri diri ini. Yang ada, sebuah komitmen itu hanya dipermainkan bahkan tidak dihiraukan.

Bukan tiada, sebenarnya ada. Ada yang menghampiri diri ini. Ada yang mengisi hari-hari yang tadinya kosong. Ada yang bermain membentuk frasa yang begitu menyenangkan hati. Tapi kebanyakan tak berlangsung lama. Parahnya ada sebuah perpisahan tanpa pamit yang malah dibawanya.

Untuk para lelaki. Tolong!
Bisakah kau memperjelas kemauan kalian untuk tetap tinggal atau pergi. Gue tau, banyak faktor yang mungkin kalian rasakan dan mempertanyakan juga dalam diri kalian. Tapi bisakah kalian mempercepat proses itu? Sebelum kalian semakin membuat rumah kecil yang lama kosong itu menjadi sangat nyaman dan tidak rela jika ada yang meninggalkannya?
Sejujurnya, gue paham betul. Perasaan tak sesederhana kata-kata. Tapi tolong berikan pilihan. Haruskah seorang wanita menutup pintu rumah yang sudah nyaman itu atau membiarkan seseorang pergi lantas membiarkan pintu kembali terbuka.

Gue juga paham. Kita memang sudah dewasa. Kita mampu melakukan serta menilai sesuatu hal itu baik atau tidak. Maka karna kita sudah dewasa, masih pantaskah kita bermain-main? kemudian selalu berbelit dengan ketidakberanian atas komitmen dan ketidakjelasan belaka? Waktu ini jelas bukan waktu yang tepat untuk sekedar memperbesar halusinasi semata.

Untuk kalian semua yang baca ini. Entah ini cerita siapa. Mungkin satu atau dua dari kalian yang baca pernah mengalaminya. Semua tergantung persepsi masing-masing. Mungkin ada yang merasakan komitmen itu tidak penting. Tapi bagi gue yang sekarang. Komitmen itu penting. Ketidakjelasan itu mubazir.

Komentar

  1. cieee curhat cieee....
    ciee ada yang ditnggal tanpa pamit udah gtu becek lagi gara gara mencret wkwkw...
    engselnya copot yah neng jadinya buka tutup mulu wkwkwk

    aku sih noo... belon pernah ngalaminnya, itu sejenis apa yah ? makhlukkah atau musibahkah wkwkwk :v


    cieee yang masih ragu buat komitmen... kalo ragu aquain aja biar fokus :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Aku Seegois Ini?

Perasaan Semu

SayHay