Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Dua Puluh Lima

Tadinya aku mau bertanya, "kamu kenapa?" tapi aku sadar, setiap orang berhak memutuskan hidupnya, seperti mau tetap tinggal atau pergi. Usiaku yang sudah memasuki seperempat abad ini, masih saja bersikap kekanak-kanakan, masih berharap untuk tidak merasakan rasa sedih karena ditinggal seseorang.   Aku sadar betul. Aku tidak punya hak untuk bisa mempertahankan seseorang, yang bahkan dia sendiri secara sadar memutuskan pilihan itu. Satu persatu temanku ditarik oleh kewajiban yang lebih penting dari sekadar bertemu atau berbincang denganku. Sejak saat itu, aku hanya bertemu dengan sedih di dalam kamar. Lantas setelah ini, siapa lagi? Itu selalu menjadi pertanyaanku. Aku bukan termasuk orang yang terburu-buru, tapi aku hanya sedang memahami situasi, di mana aku harus lebih banyak mengerti. Entah siapapun yang akan pergi. Tepat di saat bulan lahirku di tahun ini akan habis, dan akan berganti bulan baru. Dua puluh lima tahun adalah usia yang masih muda, ini pandanganku, bukan panda...

Berulang

Seharusnya aku sudah memahami kejadian yang berulang dalam setiap bulan. Tapi tetap saja, perasaan kesal lebih mendominasi. Mood swing, mengendalikan diri setiap harinya. Aku rasa banyak wanita mengalami hal serupa dengan apa yang aku rasakan ketika masa period berlangsung. Setiap harinya, tanpa terkecuali, pikiran aneh berdatangan. Mengingat hal yang tidak pernah mau dipikirkan. Menangisi hal yang belum terjadi. Merasa gundah karena hal yang tidak pernah terulang. Menerka-nerka berbagai kesedihan dalam hidup yang takut tidak bisa aku lewati. Sulit sekali membelokan pikiran ke arah yang lebih realistis dengan keadaan atau menjauh sedikit dari harapan yang belum tau masa depannya. Kesalnya, hal ini tidak mengenal waktu. Dan aku benci keadaan ini. Keadaan yang tidak bisa aku kendalian. Keadaan yang membuat jam tidurku kacau, jerawat bermunculan, rasa kesal terus bertambah, overthinking yang tidak pernah usai, pinggang yang sakitnya tidak karuan, dan rasa sedih yang tidak juga mau pamit. ...

Jujur yang Tidak diperlukan

Sebenarnya, apa yang kamu harapkan dari kejujuran yang kamu ungkapkan, sedang kamu masih terikat dalam sebuah ikatan?  Malam kemarin, aku duduk tepat di belakang punggungmu yang terlihat berat, tapi juga sangat kuat. Kita berbincang-bincang soal birokasi wilayah sendiri, bahkan sampai ke Negeri. Kita pergi karena ada urusan penting, bukan karena sekadar rasa ingin. Sampai ada moment di mana tidak ada lagi percakapan, yang ada hanya deburan angin malam, serta suara motor yang kita naiki, dan kendaraan lain yang berlalu-lalang. Dan kamu menghancurkan keheningan, dengan mengatakan hal yang tidak ingin aku dengar. "Aku kagum sama kamu. Kepintaranmu buat kamu makin cantik. Dan jujur, aku suka sama kamu" Aku terdiam, lalu tertawa.  "Eh serius" katanya cukup meyakinkan. Aku menghela napas, lalu mencoba menata kata-kata agar tidak menyakitkan.  "Kamu kan punya pacar, aku juga kenal pacar kamu. Engga boleh kaya gitu, kasian pacar kamu" "Kalo semisalnya aku eng...

Senyap

Bersamamu, aku belum bisa menemukan aku yang utuh tanpa banyak ragu. Seperti ada pembatas pekat yang tidak bisa aku lihat. Mulai dari ketakutan diri sendiri yang menjeratku untuk tetap senyap. Ada kala hari di mana aku mulai berani, aku ingin jujur. Bisa mengatakan apa yang aku rasakan, tidak menggunakan kata "tapi" dan tidak juga bertepi. Anehnya, aku mencoba memahami dan mendapati banyak alasan yang tidak pasti dan tidak aku mengerti.  Aku tidak bisa bohong bahwa menghabiskan waktu denganmu, memang hal yang menyenangkan. Mengenal banyak hal dalam perbincangan. Tapi dalam kesenangan itu, ada pikiran lain yang menggangguku, kapan ini akan usai? Atau boleh jadi, haruskah aku yang menyudahi sesuatu yang belum pernah kita mulai? Dan aku takut sekali dilempar balik pertanyaan yang aku sendiri tidak tau jawabannya. Maka aku memilih diam, walau sebenarnya enggan. Jika bisa dianalogikan, aku adalah senyap yang tidak seharusnya kamu ramaikan. Aku terlalu takut membawamu jauh. Aku ter...

Tenang dalam Damai

Sungguh ironis. Aku mati-matian ingin berdamai dengan diri sendiri karena terus terikat dengan perasaan yang mengikat kebebasan. Ternyata ada seseorang yang juga demikian terhadapku. Terus terang, rasanya aku, bahkan kita, terlalu fokus dengan apa yang kita rasakan, ya memang karena itu hal yang paling mudah untuk dijabarkan. Kadang kita selalu memikirkan bagaimana cara move on, padahal memikirkannya saja sudah jalan yang salah, karena kita akan terus mengingatnya. *** Di pinggir tangga depan lobby kampus, aku duduk di sebelah laki-laki berkulit putih yang sangat komunikatif. Kami memandang satu arah yang sama, yaitu sahabatnya. Laki-laki yang mendekatiku belakangan ini.  "Jadi dia sudah ada pergerakan apa?" tanyanya sembari mengarahkan bola matanya ke tempat sabahatnya berada. "Entahlah, rasanya ada, tapi enggak nyata."  "Sebenarnya, aku juga bingung sama Denis. Semua orang ingin memperbaiki diri agar terlihat menarik perhatian. Tapi dia selalu mau m...

Akhir dari Pencarian

Sudah lama gue ingin berbagi tentang ini. Rasanya ingin sekali menebarkan semangat untuk siapapun yang sedang dalam masa pencarian.  Bulan maret kemarin, gue masih menyandang status pengangguran. Kalender gue penuh corat-coret perihal schedule interview atau tes di sebuah perusahaan. Pertama kali gue nganggur bulan November 2019, gue baru struggle lagi buat nyari kerja, karna pertama kali lulus kuliah, gue udah langsung dapet kerja, yang bisa dibilang effortless. Dan gue menikmati sekali masa-masa ini. Stres ya jangan ditanya. Pasti ada. Apalagi tekanan dari mana-mana, terutama keluarga sendiri. Orang-orang selalu mempertanyakan, Ko masih nganggur? Sarjana ko susah cari kerja? Percuma dong udah gelar sarjana tapi belum kerja? Ngapain aja deh di rumah? Pasti nyesel ya kemaren udah resign?  Sebagian pertanyaan yang sebenernya cukup dijawab dengan senyum dan bilang "iya doain aja ya". Ada banyak hal yang emang enggak perlu kita denger. Ada banyak hal yang emang lebih baik kalo k...

Back to Normal Life

Kurang lebih sebelas bulan. Jadwal tidur gue berantakan. Sekitar jam 1-3 pagi gue baru bisa tidur. Jerawat di jidat udah jadi langganan. Bisa dibilang, ini salah satu pengaruh jam kerja gue yang cukup berbeda. Dua hari kerja, dua hari libur. Jam kerja 13 jam (include break). Selesai jam setengah atau hampir 10 malam. Sekelarnya, gue cek handphone yang seharian tidak gue acuhkan, lalu bersih-bersih dan rebahan. Lantas baru terlelap beberapa saat setelahnya, tapi sering kali enggak sadar tau-tau udah dini hari aja 🥲 Kalau ada yang bilang kerjaan gue berat, awal-awal sih iya. Ngeluh udah jadi hobi. Tapi lama-lama, gue udah merasa nyaman berada di zona seperti itu. Ya mungkin karena gue bisa menerima ya jadi fine aja. Asik aja punya jadwal yang beda dari orang biasanya. Jadi enggak boros keluar maen kesana kesini. Tapi minusnya, gue kadang enggak bisa dateng kalo ada acara yang sama dengan jadwal kerja gue. Kalo sekarang hal itu cuma bisa dikenang. Karena baru sebulan ini, gue keluar dar...

Kalian Bukan Ekspektasiku

Gambar
Hidup selama 24 tahun ini, membuat gue mulai mengurangi harapan-harapan yang nanti akan terhenti di jalan atau berubah karna suatu hal yang tidak pernah gue duga. Kurang lebih tiga bulan lalu, satu keinginan gue setelah dapat kerja yaitu untuk belajar bahasa inggris di tempat kursus dapat terwujud. Kabar baiknya, gue dikasih tahu seorang teman yang memang juga mau mendaftar juga, bahwa ada sebuah tempat les yang sangat terjangkau dari segi harga, jaraknya juga tidak begitu jauh, akhirnya gue yakin untuk daftar. Setiap minggu satu kali, di hari sabtu. Itu jadwal yang gue ambil untuk kelas basic. Walaupun gue enggak selalu hadir tiap minggu, entah itu karna jadwal kerja gue yang mengharuskan sabtu untuk bekerja, atau hanya karena ada sebuah acara yang tidak bisa gue tinggal.  Pertama kali masuk kelas, ada dua orang perempuan yang tidak gue kenali, namanya Putri dan Natsu. Gue berkenalan, mereka welcome menerima dan bertukar cerita, seperti memberitahu tempat tinggal dan pekerjaan mer...

[Resensi Buku] Pulang (Gnalup) Pergi

Gambar
  Judul Buku  Gnalup Pergi.  Penulis  Tere Liye.  Penerbit  PT Sabak Grip Nusantara.  Tahun Terbit  2020.  Jumlah Halaman  414 hlm. ISBN 9786239554521. Jangan heran ketika kamu membuka buku ini, yang ditemukan bukanlah kata Pulang, tapi kamu anak menemukan kata "Gnalup", iya memang hanya dibalik, tapi sangat menarik, dan membuat aku tertawa membacanya. Sempat berpikir apakah ini salah editor? rasanya kecil kemungkinan bang Tere salah dalam penulisan di judul. Tapi sepertinya ini memang disengaja. Lagi, ini memang hal kecil tapi sangat menarik bahkan sebelum pembaca mulai membaca ceritanya. Jika kalian pengikut Tere Liye, pasti sudah tahu, bahwa buku ini adalah trilogi, yang sebelumnya ada buku Pulang, lalu buku Pergi dan yang ketiga Pulang Pergi (PP).  Maka disarankan untuk membaca kedua buku tersebut sebelum membaca PP. Jarak antara buku Pergi ke PP memang cukup jauh, dan rasanya Tere Liye mengakali hal tersebut dengan cara merevie...

[Resensi Buku] Dua Kata untuk Buku Bajakan : Selamat Tinggal

Gambar
  Judul Buku  Selamat Tinggal.  Penulis  Tere Liye.  Penerbit  Gramedia Pustaka Utama.  Tahun Terbit  2020.  Jumlah Halaman  360 hlm. Setelah membaca novel ini, aku merasa Tere Liye sedang marah. Lantas menjadikan Sintong sebagai penjelmaan atas kemarahannya. Jika kalian berekspektasi novel ini adalah novel yang bergenre romance, sebaiknya kalian simpan pikiran itu, karena walau terselip kisah cinta, tapi tidak kesana arahnya. Cerita ini mengarah kepada edukasi dan persuasif, premisnya sangat baik.  Seperti nama yang sudah aku sebut, peran utamanya adalah Sintong. Laki-laki yang berasal dari Sumatra, karakternya kental sekali. Anak sastra, rambut gondrong, pintar menulis, penjaga toko buku bajakan, dan dijuluki sebagai mahasiswa abadi. Sebenarnya Sintong bukan bodoh, hanya saja pikirannya terlalu fokus kepada Mawar Terang Bintang, teman SMA yang sangat Sintong sukai. Hingga datang mahasiswi cantik yang bernama Jess ke toko buku baja...

Sebuah kebahagiaan

Waktu memang sudah berjalan jauh. Makin terlihat ketika gue dan sahabat-sahabat kampus bertemu di salah satu pernikahan sahabat kami, tepat di hari valentine. Kita bukan lagi hanya perkumpulan seorang gadis yang bertemu, ketawa-ketiwi dan berbicara soal masa depan yang baik akan mempertemukan kami dengan jodoh yang kami mau. Tapi saat ini, seorang anak kecil ikut meramaikan pertemuan kami, anak dari salah seorang sahabat gue. Rasanya tak pernah menduga, pertemuan ketiga setelah lulus, kami sudah dipertemukan dengan buah hati dari sahabat kami. Ikut senang, malah sangat senang. Banyak orang yang bilang pasti gue ke- trigger, no, I don't. Gue engga mikir kesana. Gue hanya merasa sangat bangga, karena hari ini kita masih bisa bersama, berkumpul, di hari yang berbahagia. Walau dengan waktu yang singkat dan dengan kerinduan yang masih membara, tapi pertemuan secara langsung ini membuat lelah perjalanan gue jadi tak terasa.  Kita memang engga selalu ramai di grup chat, karena kami sadar...

[Resensi Buku] Tan Malaka : Bapak Republik yang Dilupakan

Gambar
Judul Buku   Tan Malaka .  Penulis   Tempo .  Penerbit   Gramedia Pustaka Utama .  Tahun Terbit  2018 .  Jumlah Halaman   184 hlm .  ISBN  9786024241148 . Buku yang sebenernya aku mulai baca dari Bulan Desember 2020 tapi baru aku tuntaskan tahun 2021 ini. Bagi aku penikmat novel fiksi, buku sejarah seperti ini menjadi makanan baru yang perlu perlahan aku kunyah, tidak bisa aku telan dengan mudah. Butuh waktu yang baik untuk mencerna cerita satu yang berlanjut ke cerita lainnya. Majalah Tempo menelusuri jalan hidup salah satu tokoh Bapak Republik Indonesia. Mayoritas dibantu dengan data dari Harry A. Poeza, peneliti asal Belanda yang tertarik dengan tokoh komunis di Indonesia, yaitu Tan Malaka. Ada tiga bab utama, yang di dalamnya terdiri dari 7-8 sub bab yang ceritanya masih dalam satu tema. Serta ada kolom-kolom, yang merupakan tulisan dari penulis lain di luar Tim Tempo, ada tujuh penulis di sana. Entah kenapa tulisan di kolom-kol...

My First Challenge

Sempat gue meminta kepada Allah untuk diizinkan kembali menjadi anak kostan. Di mana kondisi ruang yang bisa gue atur sendiri. Gue bebas berkreasi. Tidak bising. Fokus bisa mengerjakan banyak hal. Tapi entah akan terjadi atau enggak hal tersebut. Pastinya, saat ini - sudah kali kedua, gue ditinggal oleh Mama. Mama nginep di rumah saudara dan karena ada satu dua hal, Mama stay lama di sana, hampir satu bulan.  "Yeay, balik lagi nih jadi anak kostan walau di rumah sendiri" pikir gue. Tapi gue lupa, Bapak stay at home with me. Gue enggak sendiri dan ini semua tentu berbeda dengan feelnya anak kostan.  Semua kerjaan rumah menjadi tugas utama gue. Rebahan lama, scroll sosial media, santai baca buku atau nonton film, mungkin harus dilupakan terlebih dahulu. Sulit sekali punya waktu yang cukup untuk itu. Bangun pagi ke dapur malam hari juga ke dapur. Like the real wife wkwk Sebenernya, ditinggal berdua sama Bapak membuat gue merasa berat menjalaninya. Jauh dari anak kostan yang mage...

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Aku Seegois Ini?

Perasaan Semu

SayHay