[Resensi Buku] Dua Kata untuk Buku Bajakan : Selamat Tinggal


 Judul Buku Selamat Tinggal. Penulis Tere Liye. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Tahun Terbit 2020. Jumlah Halaman 360 hlm.


Setelah membaca novel ini, aku merasa Tere Liye sedang marah. Lantas menjadikan Sintong sebagai penjelmaan atas kemarahannya. Jika kalian berekspektasi novel ini adalah novel yang bergenre romance, sebaiknya kalian simpan pikiran itu, karena walau terselip kisah cinta, tapi tidak kesana arahnya. Cerita ini mengarah kepada edukasi dan persuasif, premisnya sangat baik. 

Seperti nama yang sudah aku sebut, peran utamanya adalah Sintong. Laki-laki yang berasal dari Sumatra, karakternya kental sekali. Anak sastra, rambut gondrong, pintar menulis, penjaga toko buku bajakan, dan dijuluki sebagai mahasiswa abadi. Sebenarnya Sintong bukan bodoh, hanya saja pikirannya terlalu fokus kepada Mawar Terang Bintang, teman SMA yang sangat Sintong sukai. Hingga datang mahasiswi cantik yang bernama Jess ke toko buku bajakan Sintong, ketertarikan Sintong kepada Jess, membuat semangat Sintong muncul kembali untuk mulai melanjutkan tugas akhirnya dan aktif menulis di koran nasional.

Keseharian Sintong kembali sibuk, tidak lagi seharian di toko buku bajakan, Sintong memilih lebih fokus untuk menulis skripsi dan opini. Sintong memanfaatkan waktu kuliahnya yang hanya tinggal 6 bulan, sebelum ada keputusan untuk di drop out tentunya. Riset skripsi Sintong yang sudah berulang kali ganti, hari ini penuh keyakinan dengan mengharapkan buku "Sutan Pare" yang ditemukannya di tumpukan buku bajakan. Penulis yang dulu hilang dalam catatan sejarah literasi nasional. Setelah itu, hari-hari Sintong berubah drastis, mencari tahu bagaimana Sutan Pane bisa menghilang. Mulai dengan menulis pesan tersirat di koran bagi siapapun yang tau kisah Sutan Pare agar bisa menghubunginya. Satu persatu, beberapa orang sudah berhasil dia temui dan menjawab semua pertanyaan. Skripsinya selesai. Cerita Sutan Pane dengan segala ambisi dan semangat untuk negeri tidak pernah usai. 

Selama mengerjakan skripsinya, Sintong makin yakin untuk ingin meninggalkan sesuatu hal yang telah lama dia benci. Sesuatu yang salah dan dia tidak ingin terus berada di jalan yang salah. Dengan penuh keberanian Sintong berterus terang kepada paman dan bibinya -pemilik toko buku bajakan yang dia jaga untuk tidak lagi menjaganya. Bukan penerimaan yang Sintong terima, tetapi amarah dari semua keluarga. Tapi Sintong sangat yakin jalan yang diambil adalah jalan yang benar. Begitu juga keputusan untuk menemui Mawar di penjara, dan perasaan Sintong yang lama memang belum hilang. 

Banyak pelajaran yang dapat kita petik di sini. Terlebih tulisan-tulisan Sutan Pane yang sangat indah dan bermakna. Salah satunya begini "Hidup adalah kesesuaian antara perkataan, tulisan, dan perbuatan. Apalah arti kehormatan seorang manusia saat tiga hal ini tidak sesuai lagi. Apalah arti martabat seorang manusia ketika tiga hal tersebut bertolak belakang. Dan kita bertanggung jawab tidak hanya terhadap diri kita sendiri, tapi juga terhadap orang-orang di sekitar kita."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Aku Seegois Ini?

Perasaan Semu

SayHay