[Resensi Buku] Pulang (Gnalup) Pergi
Judul Buku Gnalup Pergi. Penulis Tere Liye. Penerbit PT Sabak Grip Nusantara. Tahun Terbit 2020. Jumlah Halaman 414 hlm. ISBN 9786239554521.
Jangan heran ketika kamu membuka buku ini, yang ditemukan bukanlah kata Pulang, tapi kamu anak menemukan kata "Gnalup", iya memang hanya dibalik, tapi sangat menarik, dan membuat aku tertawa membacanya. Sempat berpikir apakah ini salah editor? rasanya kecil kemungkinan bang Tere salah dalam penulisan di judul. Tapi sepertinya ini memang disengaja. Lagi, ini memang hal kecil tapi sangat menarik bahkan sebelum pembaca mulai membaca ceritanya.
Jika kalian pengikut Tere Liye, pasti sudah tahu, bahwa buku ini adalah trilogi, yang sebelumnya ada buku Pulang, lalu buku Pergi dan yang ketiga Pulang Pergi (PP). Maka disarankan untuk membaca kedua buku tersebut sebelum membaca PP. Jarak antara buku Pergi ke PP memang cukup jauh, dan rasanya Tere Liye mengakali hal tersebut dengan cara mereview beberapa alur cerita secara singkat, tapi sangat berguna untuk membangkitkan ingatan pembaca.
Tokoh utama yang aku kagumi masih sama, namanya Bujang -Si Babi Hutan dia tukang pukul nomor satu, jelas sangat pemberani, selalu bangun sebelum matahari terbit, tidak minum alkohol, sangat peduli dengan orang lain, selalu berhati-hati, penuh perhitungan, tidak tergesa-gesa, dan sangat cerdas. Dalam cerita buku ini, latarnya tidak statis, sangat dinamis, berpindah-pindah dari negara satu ke negara lain, tepatnya ada lima negara. Cerita sebelumnya menceritakan bahwa Maria -anak Otets, penguasa shadow economy di Moskow kalah bertarung dengan Bujang. Lantas Maria berjanji untuk mau dinikahi oleh Bujang. Dari situlah cerita PP bermula. Bujang ditemani Salango dan Junior -murid Salonga untuk mengunjungi Otets, tujuannya bukan untuk menyetujui hal tersebut, tapi untuk meminta waktu agar Bujang lebih mengenal Maria sebelum pertunangan dilaksanakan. Tapi sampai di sana, bukan hanya pertunangan, Otets memerintahkan Bujang dan Maria untuk dinikahkan. Bujang yang tidak siap ini, diberi keuntungan dari penyerangan Natasca -anak buah Otets yang balas dendam. Otets dibunuh olehnya, semua kerabat satu-persatu dibuat tumbang. Bujang, Salonga, Junior, dan juga Thomas -konsultan keuangan yang ikut bergabung bersama, membawa Maria melarikan diri dari Natasca dan pasukan Natasca yang disebut Black Widow yang terus mengejar dan ingin membunuh mereka.
Perpecahan yang sekaligus pertarungan ini sangatlah membangkitkan semangat pembaca yang terasa seperti menyaksikan langsung peristiwanya. Apalagi ketika Bujang meminta bantuan kepada cucu Guru Bushi yaitu Yuki dan Kiko, dan juga White -mantan marinir, lengkap sudah personilnya, cerita pertarungannya semakin seru. Empat puluh delapan jam mereka bersama, beberapa kali ganti mobil, membantu satu sama lain, melarikan diri dari beberapa pembunuh bayaran yang mengejar mereka di berbagai negara, walau beberapa kali hal lucu juga diceritakan, dan tentu saja celotehan itu keluar dari Kiko. Mereka terus melakukan perjalanan menuju kerabat Maria untuk bisa meminta bantuan melawan Natasca. Tujuan mereka adalah Ukraina, tempat paman Maria berada, yang merupakan adiknya Otets.
Bisa dibilang bahwa alur ceritanya tidak mudah ditebak. Banyak kisah menarik yang selalu membuat aku tercengang sendiri. Seperti bagaimana berjasanya Junior dalam setiap pertarungan yang terjadi, kisah cinta Salonga yang menyentuh hati, Bujang dan Maria yang menjadi saling mengenal, atau ternyata Natasca tidak bergerak sendiri, ada orang di baliknya yang bersembunyi, dan beberapa kejutan yang terjadi di saat pertarungan sudah sangat terdesak.
Tentunya, tidak melulu tembak menembak. Kisah cinta dan persahabatan serta kekeluargaan dapat tergambarkan. Teringat ketika Thomas merasa kesal dengan keputusan yang dibuat Bujang, lalu dengan tegas Bujang mengatakan "Aku bersumpah jika aku tidak setuju dengan keputusanmu, aku akan menghormati keputusanmu. Itulah yang disebut teman sejati. Kita saling menghormati keputusan teman. Kau tidak suka keputusanku, tapi kau menghormatinya. Besok lusa, aku tidak setuju keputusanmu, aku akan menghormatinya dengan segenap darahku."
Ohya, jangan heran juga jika kita menemukan kata-kata asing yang dibuat hanya sebagai kata suku setempat, contohnya "Ataka Ataka" yang diteriakan Black Widow saat mau melakukan penyerangan. Cerita yang ditulis Tere Liye memang sebuah karya yang mengagumkan, terlebih cerita dalam buku ini juga membahas sekilas tentang politik, keuangan, dan berbagai hal lain yang sangat memberi insight baru. Sayangnya aku menemukan kesalahan Tere Liye dalam penulisan karakter, yang di mana harusnya menulis Bujang, tapi Tere Liye menulis nama Thomas (hlm 146, "Thomas menggeleng" harusnya "Bujang menggeleng").
Sampai di akhir cerita, Bujang menyadari bahwa hidupnya selalu saja dipenuhi dengan pertanyaan, dia tidak pernah tau harus pergi kemana dan dia tidak tau harus pulang kemana. Hidupnya hanya berputar di persoalan itu, Pulang dan Pergi.
Komentar
Posting Komentar