Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Dua Puluh Enam - Tujuh

Setahun berlalu tanpa tulisan. Bukan lupa, ini adalah sebuah kesengajaan. Aku terlalu larut menikmati tahun kemarin. Menelan semua bahagia dan sedih dalam satu waktu. Menggigit harapan yang belum juga terwujud. Kadang tarikan bersedih diriku memang lebih kuat, tapi beruntungnya aku selalu dikelilingi orang-orang yang mau menarikku untuk terus berada di daratan kebahagiaan untuk menginjak bumi dan tidak lupa bahwa banyak hal yang patut kita syukuri. Begitu juga tahun ini. Waktu memang cepat berlalu, kadang juga sangat pelan sehingga detik satu menuju detik selanjutnya terasa sangat lama dan menyesakkan. Apalagi jika ujian datang di saat aku sendiri masih tenggelam dalam permasalahan pribadi. Lantas apakah masalahku ini pantas untuk aku pikirkan di saat yang lain sedang kesulitan? membahasnya saja aku tidak berani. Aku telan semuanya sendiri. Tapi, ketika aku mulai mual, perutku penuh dan tidak bisa menampung lagi, muntahkan saja. Ada saatnya, aku harus berbagi. Tidak semua harus dilalui...

Sampai Garis Finish

Pesanku tak kunjung ceklis dua pertanda terkirim. Sejenak aku berpikir, apakah hal ini sudah kamu pikirkan jauh-jauh hari? apakah kamu terlalu lelah untuk terus merasa terabaikan? Sampai-sampai kamu membuat perbatasan menjadi jawaban. Sosial mediamu juga menghilang. Kamu berhasil pergi tanpa jejak yang bisa aku ikuti. Aku tak menemukan jawaban selain kepergianmu adalah hal yang pasti. Hal yang sempat aku minta kepadamu, kamu turuti. Harusnya aku bersyukur karena ini terjadi, tapi ada perasaan aneh yang kerap menghantui. Untuk sekian kalinya, Aku harus beradaptasi lagi. Kemarin, bibirku lebih sering mengucapkan kata-kata yang tak ingin kamu dengar, sekarang hanya ingin menyampaikan maaf yang beriringan isak tangis. Dari sudut pandangku, pergi adalah satu-satunya cara terbaikmu untuk berpisah dan belajar melupakanku. Tanpa berbicara, tanpa pamit, tanpa apapun yang membuatmu berat untuk menaruh kembali keputusan ini. Pasti kalau kamu ada, kamu akan bilang begini, "Aku kan belajar dar...

Pelukan Pagi yang Hangat

"Fa, ayo cepat... udah gerimis!" aku menarik tangan Alifa lalu mengajaknya berlari menuju rumah yang paling nyaman. "Untung kamu larinya cepet ya, Za." "Iya dong. Aku kan atlet, atlet lari dari masalah." aku tertawa diikuti oleh sabahat di sampingku yang sedikit kebasahan. Aku melirik jam tangan, "Masih jam 9 pagi" gumamku. "Ayo kita masuk."  "Ayo." langkahku mengikuti Alifa di belakang, yang sebelumnya sudah melepaskan sepasang sepatu untuk disimpan rapi di tempat penyimpanan. Kami memilih duduk di pelataran lantai atas. Terlihat mesjid di pinggir jalan ini sedikit ramai. Banyak orang yang singgah karena tidak mau mengadang hujan seperti kami. "Jadi gimana persiapannya, Aziza?" "Lho kamu ini ngeledek ya, yang mau dilamar kan kamu, ko malah aku yang ditanya persiapan." "Malah karena belum ada yang melamar, jadi kamu harus fokus mempersiapkan diri. Setuju ga?" Alifa menyenggolkan siku kanannya ke t...

Rampung

Setelah percakapan, aku memutuskan untuk menulis cerita tentang kita. Tidak perlu kamu benarkan. Aku serius dengan kata "Kita". Ingatanku sedang terbang jauh sekarang. Memasuki waktu yang sempat tak terasa cukup dalam sehari untuk bercerita kepadamu, yang selalu antusias dalam mendengar. Sosok dewasa yang membuat aku ingin selalu menjadi anak kecil. Merengek ingin ini itu, tanpa malu. Bukan kurang ajar, perasaan terbuka adalah hasil dari rasa nyaman. Dan malam itu, kamu memberikan aku sebuah catatan manis yang penuh air mata. Hatiku cukup terluka. Seperti aku melihat diriku yang amat menyakitimu. Mungkin aku terlalu banyak bercerita tentang segala romansa. Dengan segala kegundahan di hati, aku bercerita sekaligus bernostalgia. Entah sihir apa yang membuat aku lupa, bahwa kamu adalah seseorang yang perlu aku jaga perasaannya. Kamu semestinya ingat. Ada hari di mana aku selalu memberikan kode ajakan untuk bertemu, tidak hanya sekali. Aku merasa, mengenalmu akan menjadi utuh dal...

Waktu Singkat

Malam ini, aku dengan sengaja memilih berjalan kaki. Mataku menahan tangis, kakiku melangkah dengan berat, dan sepanjang jalan aku mencoba menguatkan hatiku yang sedang penuh amarah. Malam ini, aku tidak bisa lagi menutupi bahwa semua pikiranku penuh akan dirimu. Helaan napas tiap langkahku terasa begitu sulit. Aku memikirkan betapa manisnya cara kamu mendekatiku. Ah memang, betapa merekahnya senyumku ketika kamu memberikan satu atau dua gombalan di tengah kesibukanku setiap hari.  Kamu menyapaku dengan selamat pagi. Lantas mengirim pesan hati-hati ketika aku pulang, dan ingin dikabari ketika sudah sampai di rumah. Sederhana, tapi kesederhanaan itu sungguh membuat aku bahagia. Sungguh, aku takut melangkah terlalu jauh. Aku menahan diri tapi juga menikmati. Bahagia ini tidak ingin aku tahan, aku merasakannya, dan ingin terus berkembang.  Dengan malu, aku meyakini, aku memang telah jatuh hati. Kepada kamu, yang baru aku kenal dalam waktu singkat. Kepada kamu, yang belum aku kena...

Butuh Ruang Sendiri

Aku tidak berharap dia untuk mengerti bagaimana situasiku sekarang. Walau aku yakin telinganya selalu terpasang dan waktunya selalu mau diluangkan untuk mendengar. Sejujurnya, aku hanya mau membicarakan ceritaku yang rumit ini kepada yang bisa memberikan ketenangan, Pemilikku yang Maha Besar. Entah dia mau menyebut aku egois atau tidak. Tapi dalam hal ini, aku yakin betul semua orang pernah mengalaminya. Dari sekian banyaknya orang, dia cukup kurang beruntung dipertemukan dengan diriku yang begini. Sering kali jenuh dan menjauh. Apalagi belakangan ini hari-hariku cukup melelahkan. Seringkali aku mengeluh, kemudian menangis atas keluhan yang tidak sebanding dengan nikmat yang aku punya. Untuk berbagi lelah dengan seseorang, tidak terpikirkan. Rasanya itu malah mengkuadratkan rasa lelahku. Entah bagaimana dia, dalam suatu waktu sangat wajar diri ini butuh ruang sendiri. Untuk sadar atau menyadarkan bahwa apa yang aku harapkan tidak bisa selalu menjelma dalam waktu singkat atau bahkan mem...

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Aku Seegois Ini?

Perasaan Semu

SayHay