Waktu Singkat

Malam ini, aku dengan sengaja memilih berjalan kaki. Mataku menahan tangis, kakiku melangkah dengan berat, dan sepanjang jalan aku mencoba menguatkan hatiku yang sedang penuh amarah.

Malam ini, aku tidak bisa lagi menutupi bahwa semua pikiranku penuh akan dirimu. Helaan napas tiap langkahku terasa begitu sulit. Aku memikirkan betapa manisnya cara kamu mendekatiku. Ah memang, betapa merekahnya senyumku ketika kamu memberikan satu atau dua gombalan di tengah kesibukanku setiap hari. 

Kamu menyapaku dengan selamat pagi. Lantas mengirim pesan hati-hati ketika aku pulang, dan ingin dikabari ketika sudah sampai di rumah. Sederhana, tapi kesederhanaan itu sungguh membuat aku bahagia. Sungguh, aku takut melangkah terlalu jauh. Aku menahan diri tapi juga menikmati. Bahagia ini tidak ingin aku tahan, aku merasakannya, dan ingin terus berkembang. 

Dengan malu, aku meyakini, aku memang telah jatuh hati.

Kepada kamu, yang baru aku kenal dalam waktu singkat. Kepada kamu, yang belum aku kenal secara penuh. Kepada kamu, yang masih aku pertanyakan kemana rasa ini akan berlabuh? Kepada kamu, yang katamu, cukup dengan perlahan-lahan saja kita mengenal, tidak perlu terburu-buru.

Lucunya,
Aku tidak perlu waktu yang lama untuk mengenal bagaimana kamu. Kamu yang sedang aku genggam sambil berjalan ke arah pintu untuk masuk ke dalam cerita baru, perlahan jari-jarimu meregang. Lalu kemudian langkahmu yang beriringan dengan riang, menjadi pelan dan arahnya malah menjadi berlawanan. Awalnya aku mencoba menahanmu, mencoba percaya dengan alasan yang kau buat dibalik kejadian itu, tapi perasaan asing mendahului dan emosi masih mendominasi.

Lantas, aku harus mulai beradaptasi lagi.
Tak lagi ada harapan dapat ucapan selamat pagi. Tak perlu lagi aku mengabari. Walau sampai detik ini kita masih bertukar kabar. Aku bisa merasakannya, waktu memang berhasil membuat kamu menjadi seseorang yang tidak aku kenali. Chatmu tak lagi semenyenangkan dulu. Notif pesanmu tak lagi membuat aku berdebar kegirangan. Aku malah merasa sesak, merasa ada keganjalan yang ingin aku luruskan.

Dalam waktu yang sebentar, aku butuh waktu panjang untuk mengikhlaskan. 
Kamu dengan rasa penasaranmu, berhasil membuatku terperosok masuk terlalu dalam penuh harapan. Hari-hari yang mendebarkan jantungku telah usai, berganti dengan aku yang sibuk berusaha menghentikan kesedihan yang sudah kamu tinggalkan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bolehkah Aku Seegois Ini?

Perasaan Semu

SayHay