Aku Salah dan Mengaku Kalah.
Aku kira aku sudah baik baik saja. Aku kira aku sudah terlupa. Aku kira dengan jarak serta tidak adanya komunikasi, akan mempermudah proses memperbaiki hati yang patah ini.
Nyatanya, aku salah menduga. Aku tidak mengira akan sekuat ini rasa yang aku miliki. Entah aku yang bodoh atau kamu yang memang terlalu pintar.
Siang itu, hanya aku satu-satunya di dalam ruang kerja. Perasaanku baik-baik saja sedari pagi. Hingga tiba, di saat aku terdiam. Kamu hadir dalam lamunan. Sungguh, aku tidak mengerti. Parahnya, air mataku malah mengalir begitu saja, jelas tanpa kusadari, pipiku sudah basah karna dirimu.
Satu tahun lebih sudah berlalu begitu saja. Kau pun sudah bahagia dengan pasanganmu. Sedang aku harus teringat lagi tentang dirimu yang rasanya kau pun tak ingin mengingatku.
Aku mengaku kalah. Ternyata hanya egoku yang menentang aku tidak sesakit ini. Aku kira aku akan kuat, tapi kenyataan malah sebaliknya. Aku lemah, sangat lemah. Melihatmu, memandangi foto karyamu, membaca captionmu, dan semua cerita yang kau ceritakan, aku bisa menangis tersedu-sedu karna itu semua. Aku ingin menyampaikan rindu yang begitu dalam untuk kau seseorang yang berhasil membuatku tenggelam dalam kesendirian.
Aku mempertanyakan diri yang lemah ini. Butuh berapa lama lagi waktu yang akan kuhabisi dengan terus memikirkanmu? Butuh berapa jauh jarak yang menghalangi aku dengan kau yang tidak akan pernah mendekat lagi?
Memang, Tuhan sudah membuatkan takdir. Tapi kita sendiri yang harus menghampiri takdir itu. Mau diam dan terus begini? Atau bergerak mencari pemecahan masalah dalam diri? Ah lebih perlu aku berdamai dengan diri sendiri.
Sulit sekali pasti.
Semoga bisa.
Entah kapanpun itu.
Komentar
Posting Komentar