Analisis Kematian Ikan Nilem
ANALISIS KEMATIAN IKAN NILEM
PRAKTIKUM GENETIKA IKAN
Kelompok
4
Kelas B
SUNENDI 230110140069
FELISHA GITALASA 230110140093
INDRIANI OKFRI
AURALIA 230110140100
AHMAD RAFFI
UKASYAH 230110140116
ANNISA PUTRI
SEPTIANI 230110140132
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM
STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2015
Pada Praktikum Sex Reversal ini, kami
menggunakan benih ikan Nilem yang akan diarahkan menjadi ikan Nilem betina.
Tanggal 9 Oktober 2015 kami memulai sex reversal dengan membuat dosis hormon
untuk ikan tersebut, dosis tersebut sebesar 0,0216 mL. Pada tanggal 10 Oktober
2015 kami mulai mempersiapkan akuarium yang diisi 5 Liter serta menyalakan
aerasi pada akuarium tersebut. Ketika itu perhitungan pertama ialah menghitung
FR yang diperoleh sebesar 96,20%, ini berarti pembuahan telur cukup baik. Hari
kemudian kami setelah diberikan hormon MT untuk perendaman, kami melakukan
perhitungan kedua yaitu mnghitung HR yang diperoleh sebesar 72%, hal ini
berarti pada ikan Nilem yang di akuarium sudah menetas. Tetapi ketika siang
hari HR yang diperoleh berkurang hingga 25%. Setelah dua hari kemudian kami
mengecek benih ikan tersebut, ternyata di akuarium hanya terlihat warna putih
yang berarti ikan Nilem yang berada di dalamnya mengalami kematian.
Adapun kematian ikan Nilem ini terjadi
karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi, tetapi hal yang paling
berpengaruh ialah aerasi. Aerasi yang ada pada akuarium kami sangatlah kecil
dan kadang aerasi tidak berjalan. Aerasi yang kecil atau kadang aerasi yang
tidak berjalan tersebut akan mengakibatkan oksigen berkurang padahal menurut
Rottman dan Shireman (1992) ikan kecil biasanya mengkonsumsi oksigen lebih
besar dibandingkan ikan dewasa. Penurunan kelarutan oksigen secara kronis dapat
menyebabkan stress. Stress pada ikan ini yang nantinya akan membuat ikan mati.
Selain hal tersebut, ikan Nilem yang ada
di dalam akuarium tersebut memperoleh energi dari cadangan makanan (yoksak)
yang masih dimilikinya. Sebagai makhluk hidup pastinya ikan Nilem sudah
mengalami proses metabolisme, tetapi berpengaruh pada aerasi pula. Jika aerasi
berjalan kurang baik maka sisa-sisa metabolisme benih ikan menjadi bertumpuk
yang mengakibatkan menurunnya kualitas air dalam akuarium. Sisa-sisa
metabolisme seperti feses tidak akan teruarai dikarenakan rendahnya oksigen
terlarut dalam air. Selain feses yang tidak terurai, telur ikan nilem yang
mengalami kematian akan membuat keadaan makin parah, karena telur yang sudah
mengalami kematian akan menajdi sampah organik dalam akuarium yang akan
mengahasilkan amonia. Amonia merupakan racun yang berbahaya yang menyebabkan
kematian jika ikan mengkonsumsinya. Jika amonia terus bertambah sedangkan
aerasi semakin kurang baik, nitrogen yang ada pun akan terhenti karena tidak
bisa merombak amonia yang sudah banyak.
Adapun kecenderungan ikan yang hidup
setelah penetesan telur berada dalam keadaan ketidakmampuan fungsional yang
disebabkan dari interpensi hormon MT yang diberikan pada faser pembentukan otak
dan fase bintik mata, sehingga proses tumbuh dan berkembangnya organ tubuh ikan
akan terhambat dan pada akhirnya akan mengalami kematian.
Pada teknik sex reversal ini salah satu metode
yang digunakan ialah metode perendaman (dipping). Dipping yaitu cara
merendamkan larva ikan ke dalam larutan air yang mengandung 17
metiltesteosterom dengan dosis 1,0 g/L air. Metode ini dapat diaplikasikan pada
embrio dan pada larva ikan yang masih belum mengalami diferensiasi jenis
kelamin (sex) dan lama perendaman tergantung dosis hormon yang diaplikasikan,
dimana semakin banyak dosis hormon maka semakin singkat waktu perendamannya
begitupun sebaliknya. Perendaman yang dilakukan pada fase embrio dilakukan pada
fase bintik mata muai terbentuk karena dianggap embrio telah kuat dalam
menerima perlakuan. Kelemahan cara ini adalah hormon terlalu jauh mengenai
target gonad, namun lebih hebat pada penggunaan hormon.
Perendaman juga dapat dilakukan pada
umur larva yang telah habis kuning telurnya, karena ada anggapan stadia ini
gonad masih berada pada fase labil sehingga mudah dipengaruhi oleh rangsangan
luar. Kelemahannya adalah efektifitas hormon berkurang karena jauh mengenai
target gonad. Larva yang digunakan dalam penerapan teknik sex reversal ini
adalah larva 5-10 hari setelah menetas atau pada saat tersebut panjang total larva berkisar 9-13 mm
dimana ikan dengan umur serta ukuran tersebut secara morfologis masih belum
mengalami deiferensiasi kelamin. Jadi
beberapa kelemahan di atas dapat pula mempengaruhi kematian pada benih ikan
Nilem di akuarium.
Komentar
Posting Komentar